Perusahaan manufaktur
merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan
untuk melihat perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan
ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun
kinerja industri secara keseluruhan.
Sejak krisis ekonomi
dunia yang terjadi tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendi perekonomian
nasional, perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum
memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri
nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot
ketimbang grafik peningkatannya.
Sebuah hasil riset
yang dilakukan pada tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap
prospek industri manufaktur di berbagai negara memperlihatkan hasil yang cukup
memprihatinkan. Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi industri
manufaktur Indonesia berada di posisi terbawah bersama beberapa negara Asia,
seperti Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya saing produk industri
manufaktur Indonesia di pasar global, menempatkannya pada posisi yang sangat
rendah.
Gejala
Deindustrialisasi
Perkembangan industri
manufaktur di Indonesia juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap produk
domestik bruto atau PDB. Bahkan pada akhir tahun 2005 dan awal tahun 2006,
banyak pengamat ekonomi yang mengkhawatirkan terjadinya de-industrialisasi di
Indonesia akibat pertumbuhan sektor industri manufaktur yang terus merosot.
Deindustrialisasi
merupakan gejala menurunnya sektor industri yang ditandai dengan merosotnya
pertumbuhan industri manufaktur yang berlangsung secara terus menerus.
Melorotnya perkembangan sektor industri manufaktur saat itu mirip dengan gejala
yang terjadi menjelang ambruknya rezim orde baru pada krisis global yang
terjadi pada tahun 1998. Selain menurunkan sumbangannya terhadap produk
domestik bruto, merosotnya pertumbuhan industri manufaktur juga menurunkan
kemampuannya dalam penyerapan tenaga kerja.
Data dari Biro Pusat
Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa pada triwulan pertama tahun 2005,
pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia sebenarnya masih cukup tinggi,
yaitu mencapai 7,1 persen. Namun memasuki triwulan kedua tahun 2005 perkembangannya
terus merosot. Bahkan pada akhir tahun 2005, perkembangan industri manufaktur
kita hanya mencapai 2,9 persen. Kondisi ini semakin parah setelah memasuki
triwulan pertama tahun 2006 karena pertumbuhannya hanya sebesar 2,0 persen.
Problem Pengangguran
Sebagai sektor
industri yang sangat penting, perkembangan industri manufaktur memang sangat
diandalkan. Penurunan pertumbuhan sektor industri ini dapat menimbulkan efek
domino yang sangat meresahkan. Bukan saja akan menyebabkan PDB menurun namun
yang lebih mengkhawatirkan adalah terjadinya gelombang pengangguran baru.
Apalagi problem pengangguran yang ada saat ini saja masih belum mampu diatasi
dengan baik.
Kita mestinya bisa
belajar banyak dari pengalaman tragedi ekonomi tahun 1998. Selain menyangkut
fondasi perekonomian nasional yang mesti diperkuat, sejumlah ahli juga melihat
perlunya membenahi strategi pembangunan industri di Indonesia. Kalau perlu,
pemerintah bisa melakukan rancang ulang atau redesign menyangkut visi dan misi
pembangunan industri, dari sejak hulu hingga hilir. Paling tidak agar produk
industri kita mampu bersaing di pasar global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar