EKOLOGI DAN LINGKUNGAN HIDUP
Istilah ekologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani
yaitu oikos dan logos. Istilah ini mula-mula diperkenalkan oleh Ernst Haeckel
pada tahun 1869. Tetapi jauh sebelurmya, studi dalam bidang-bidang yang
sekarang termasuk dalam ruang lingkup ekologi telah dilakukan oleh para pakar.
Lingkup Ekologi
Ekologi merupakan cabang biologi, dan merupakan bagian
dasar dari biologi. Ruang lingkup ekologi meliputi populasi, komunitas,
ekosistein, hingga biosfer. Studi-studi ekologi dikelompokkan ke dalam
autekologi dan sinekologi.
Ekologi berkembang seiring dengan perkembangan ilmu
dan teknologi. Perkembangan ekologi tak lepas dari perkembangan ilmu yang lain.
Misalnya, berkembangnya ilmu komputer sangat membantu perkembangan ekologi.
Penggunaan model-model matematika dalam ekologi misalnya, tidak lepas dari
perkembangan matematika dan ilmu kornputer.
Maraknya bencana lingkungan hidup selama ini tak
dapat dipisahkan dari ketiadaan strategi Pemerintah dalam pengelolaan
pembangunan berkelanjutan. Fakta ini mengakibatkan bencana lingkungan yang kian
parah.
Tidak adanya upaya pemerintah untuk memecah kebuntuan
akibat mandeknya penanganan kasus-kasus lingkungan, seperti kasus pencemaran
Teluk Buyat, Kasus Import Limbah B-3, kasus PT FI di Papua, kasus pencemaran
sumber air minum di hampir semua Sungai sumber mata air di Jawa, kasus
perusakan dan kebakaran hutan sampai pada kasus Sampah di beberapa kota
Metropolitan semakin nyata terbukti.
Fakta bencana lingkungan, terlihat dari besarnya
peluang krisis energi, buruknya pengelolaan tata ruang, terjadinya bencana
alam, rusaknya hutan indonesia serta sekelumit masalah peracunan lingkungan
lainnya yang tidak pernah terselesaikan.
Krisis energi saat ini telah mengancam masyarakat yang
lemah secara ekonomi, untuk mendapatkan akses energi yang layak, hal ini
terbukti dengan semakin mahalnya harga Bahan Bakar Minyak ( BBM ) dan listrik
akhir-akhir ini. Kebijaksanaan penggunaan Batubara yang dicanangkan pemerintah
pada akhir-akhir ini nyata juga tidak didasari oleh hasil kajian kondisi sosial
masyarakat dan ekologi, justru melahirkan kebingungan dan potensi pencemaran
dan perusakan lingkungan dimasa mendatang. Fakta lain, soal
deforestasi hutan yang tidak kunjung dapat teratasi, mengisyaratkan gagalnya
penanganan pemerintah terhadap aktivitas yang merusak hutan baik illegal
logging maupun konversi hutan dan lahan.
Terbitnya kebijakan pro lingkungan selama ini
nyatanya harus berbenturan dengan kebijakan yang justru memfasilitasi proses
ekploitasi lingkungan. Sebut saja, kebijakan pemberantasan Illegal Logging
ternyata dibenturkan dengan kebijaksanaan perijinan tambang di hutan lindung,
serta kebijaksanaan pengembangan wilayah perbatasan.
Salah satu permasalahan kebijaksanaan yang belum
dikedepankan oleh pemerintah selama ini adalah bahwa dalam penyusunan
kebijaksanaan pengelolaan lingkungan, Pemerintah tidak memiliki dan menerapkan
asas-asas umum kebijakan lingkungan ( General Principles of Environmental
Policy ) yang secara umum telah dipergunakan di negara-negara yang memiliki
komitmen tinggi dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
Asas – Pengolaan Lingkungan
Beberapa asas umum kebijaksanaan pengelolaan
lingkungan tersebut antara lain adalah
(1) asas penanggulangan pada sumbernya (abattement at
the source),
(2) asas penerapan sarana praktis yang terbaik, atau
sarana teknis yang terbaik,
(3) prinsip pencemar membayar ( polluter pays
principle ),
(4) prinsip cegat tangkal ( stand still principle )
dan
(5) prinsip perbedaan regional.
Artinya, kebijaksanaan pemerintah dalam penanganan
permasalahan lingkungan saat ini masih dipandang secara parsial dan tidak
didasari hasil kajian yang komprehensif. Dua masalah penting yang mengakibatkan
bencana lingkungan terbesar adalah masalah dinamika dan tekanan kependudukan,
yang berimplikasi pada semakin beratnya tekanan atau beban lingkungan. Kondisi
ini diperparah dengan kebijaksanaan pembangunan yang bias kota yang kemudian
mengakibatkan terjadinya perusakan tata ruang, pencemaran lingkungan akibat
industri, penyempitan lahan pertanian serta koversi hutan yang tak
terkendali.
Tekanan atau beban lingkungan yang cukup besar
tersebut sangat berkaitan dengan perencanaan tata ruang yang konsisten berbasis
pada daya dukung lingkungan, pertumbuhan industri yang tidak ramah lingkungan
sehingga mengakibatkan pencemaran, kekumuhan lingkungan yang diakibatkan oleh
pemusatan jumlah penduduk melebihi daya dukung lingkungan, dan tekanan terhadap
hutan dari aktivitas illegal logging dan konversi lahan dan hutan untuk
pertambangan, perkebunan, dan industri.
Dalam rangka hari lingkungan hidup, 5 Juni 2006,
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menuntut adanya perbaikan
pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam dengan pendekatan yang lebih
komprehensif dengan mendasarkan pada penerapan asas-asas umum kebijaksanaan
lingkungan yakni (1) asas penanggulangan pada sumbernya (abattement at
the source) antara lain dengan mengembangkan kebijakan
pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga dan tingkat sumber sampah lainnya,
kebijakan sistem pengawasan industri, kebijakan konservasi dan penyeimbangan
supply – demand dalam pengelolaan hutan, mencabut kebijakan perijinan tambang
dikawasan hutan, mencabut kebijaksanaan alih fungsi hutan untuk perkebunan di
kawasan perbatasan serta kebijaksanaan pengembangan industri berbasis
pertanian ekologis 2) asas penerapan sarana praktis yang terbaik, atau sarana teknis
yang terbaik, antara lain melalui pengembangan kebijaksanaan industri bersih,
kebijaksanan insentif bagi pengadaan alat pengelolah limbah, kebijaksanaan
pengelolaan lingkungan industri kecil (3)prinsip pencemar membayar (polluter pays
principle) melalui pengembangan kebijaksanaan pemberian
insen tif pajak pemasukan alat pengelolah limbah bagi industri yang taat
lingkungan,insentif lain bagi pengembangan industri yang melakukan daur ulang (reused,
recycling) (4) prinsip cegat tangkal (stand still
principle) dengan melakukan pengembangan sistem pengawasan
import B-3, kebijaksanaan pengelolaan hutan dan DAS berbasis masyarakat dan (5)
prinsip perbedaan regional dengan mengembangkan kebijaksanaan insentif berupa
subsidi dari wilayah pemanfaat (hilir) kepada wilayah pengelolah (hulu), secara
konsisten, partisipatif dan berbasis pada keadilan lingkungan (eco justice)!
Permasalahan Keterbatasan SDA Dalam Pembangunan
Biolog lingkungan atau yang biasa dikenal dengan
ekologi adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang mempunyai hubungan erat dengan
lingkungan. Ekologi berasal dari kata oikos yang berarti rumah tangga dan logos
yang mempunyai arti ilmu pengetahuan. Jadi, ekologi dapat diartikan sebagai
ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
keadaan lingkungannya yang bersifat dinamis. Hubungan antara makhluk hidup
dengan lingkungannya sangat terbatas terhadap lingkungan yang bersangkutan,
hubungan inilah yang disebut dengan keterbatasan ekologi. Dalam keterbatasan
ekologi terjadi degradasi ekosistem yang disebabkan oleh dua hal yaitu
peristiwa alami dan kegiatan manusia. Secara alami merupakan peristiwa yang
terjadi bukan karena disebabkan oleh perilaku manusia. Sedangkan yang
disebabkan oleh kegitan manusia yaitu degradasi ekosistem yang dapat terjadi
diberbagai bidang meliputi bidang pertanian, pertambangan, kehutanan,
konstruksi jalan raya, pengembangan sumber daya air dan adanya urbanisasi.
Indonesia mempunyai hutan tropis dunia sebesar 10
persen. Sekitar 12% keadaan hutan di Indonesia yang merupakan bagian dari
jumlah binatang yang tergolong jenis mamalia, 16% persen merupakan bagian dari
spesies amphibi dan binatang sejenis reptil dan 25% dari bagian spesies sejenis
burung dan sekitar 1.519 merupakan bagian dari spesies burung. Sisanya
merupakan endemik yang hanya dapat ditemui didaerah tersebut.
Penyusutan luas hutan alam yang merupakan asli Indonesia mengalami kecepatan menurunan yang cukup memprihatinkan. Menurut World Resource Institute (1997), hingga saat ini hutan asli Indonesia. Selama periode 1985-1997 kerusakan hutan mencapai 1,6 juta hektar per tahun. Pada periode 1997-2000 bertambah menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Berdasarkan pada hasil penelitian citra landsat pada tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan mengalami kerusakan yang cukup serius. Diantaranya, hutan seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan [Badan Planologi Dephut,2003]. Menurut data yang diperoleh dari Bakornas Penanggulangan Bencana pada tahun 2003, bencana yang terjadi selama tahun 1998 hingga pertengahan 2003 data yang didapat menunjukan telah terjadi 647 bencana dengan 2022 korban jiwa dan mengalami kerugian milyaran rupiah dengan 85% merupakan bencana banjir dan longsor.
Penyusutan luas hutan alam yang merupakan asli Indonesia mengalami kecepatan menurunan yang cukup memprihatinkan. Menurut World Resource Institute (1997), hingga saat ini hutan asli Indonesia. Selama periode 1985-1997 kerusakan hutan mencapai 1,6 juta hektar per tahun. Pada periode 1997-2000 bertambah menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Berdasarkan pada hasil penelitian citra landsat pada tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan mengalami kerusakan yang cukup serius. Diantaranya, hutan seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan [Badan Planologi Dephut,2003]. Menurut data yang diperoleh dari Bakornas Penanggulangan Bencana pada tahun 2003, bencana yang terjadi selama tahun 1998 hingga pertengahan 2003 data yang didapat menunjukan telah terjadi 647 bencana dengan 2022 korban jiwa dan mengalami kerugian milyaran rupiah dengan 85% merupakan bencana banjir dan longsor.
Peran Teknologi Dalam Pengelolaan SDA
Hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan IPTEK
untuk menekan dampaknya seminimal mungkin, antara lain :
1). Menjaga keserasian dan keseimbangan dengan
lingkungan setempat.
2). Teknilogi yang akan diterapkan hendaknya
betul-betul dapat mencegah timbulnya permasalahan di tempat itu.
3). Memanfaatkan seoptimal mungkin segala sumber daya
alam dan sumber daya manusia yang ada.
2. Dampaknya dalam :
a. Penyediaan Pangan
Perkembangan IPTEK dalam bidang pangan dimungkinkan
karena adanya pendidikan, penelitian dan pengembangan di bidang pertanian
terutama dalam peningkatan produktivitas melalui penerapan varitas unggul,
pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pola tanaman dan pengairan. Namun
di sisi lain perkembangan tersebut berdampak fatal, misalkan saja penggunaan
pestisida dalam pemberantasan hama ternyata dapat menyebabkan penyakit dalam
tubuh manusia.
b. Penyediaan Sandang
·Pada awalnya bahan
sandang dihasilkan dari serat alam seperti kapas, sutra, woll dan lain-lain
·Perkembangan
teknologi matrial polimer menghasilkan berbagai serat sintetis sebagai bahan
sandang seperti rayon, polyester, nilon, dakron, tetoron dan sebagainya
·Kulit sintetik juga
dapat dibuat dari polimer termoplastik sebagai bahan sepatu, tas dan lain-lain
·Teknologi pewarnaan
juga berkembang seperti penggunaan zat azo dan sebagainya.
c. Penyediaan Papan
·Teknologi papan
bersangkut paut dengan penyediaan lahan dan bidang perencanaan seperti city
planning, kota satelit, kawasan pemukiman dan sebagainya yang berkaitan dengan
perkembangan penduduk
·Awalnya bahan pokok
untuk papan adalah kayu selanjutnya dikembangkan teknologi matrial untuk
mengatasi kekurangan kayu
·Untuk mengatasi
kekurangan akan lahan dikembangkan teknologi gedung bertingkat, pembentukan
pulau-pulau baru, bahkan tidak menutup kemungkinan pemukiman ruang angkasa.
d. Peningkatan Kesehatan
·Perkembangan Imu
Kedeokteran seperti : ilmu badah dan lain-lain
·Penemuan alat-alat
kedokteran seperti : stetoskup, USG, dan lain-lain
·Penemuan obat-obatan
seperti anti biotik, vaksin dan lain-lain
·Penemuan radio aktif
untuk mendeteksi penyakit secara tepat seperti tumor dan lain-lain
·Penelitian tentang
kuman-kuman penyakit dan lain-lain.
e. Penyediaan Energi
·Kebutuhan akan energi
·Sumber-sumber energi
·Sumber energi
konvensional tak dapat diperbaharui
·Sumber energi
pengganti yang tak habis pakai
·Konversi energi dari
satu bentuk kebentuk yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar